Selasa, 04 Mei 2010

Senin, 03 Mei 2010


ni adalah Anggota Dari Organisasi
HIREMA
(Himpunan Remaja Masjid AL- amanah)
Cantik kan Hehehehe..............

Kamis, 22 April 2010

MENGENAL ILMU TENTANG ISLAM

Mengenal Ilmu Islam

Oleh: AsianBrain.com Content Team

Ilmu bisa kita dibagi menjadi dua macam :

1. Ilmu Syar'i atau ilmu Islam

Menuntut ilmu syar'i merupakan sebuah tuntutan, akan tetapi hukum menuntutnya disesuaikan dengan kebutuhan terhadap ilmu tersebut. Ada dari ilmu-ilmu itu yang menuntutnya adalah fardhu 'ain, artinya bahwa seseorang mukallaf (terbebani kewajiban) tidak dapat menunaikan kewajiban terhadap dirinya kecuali dengan ilmu tersebut, seperti cara berwudhu, shalat dan sebagainya. Hal ini berdasarkan hadits, "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim."

Menuntut ilmu itu tidaklah wajib kecuali setelah ada kewajiban tersebut (terhadap dirinya). Diwajibkan terhadap setiap orang yang ingin melakukan jual beli untuk belajar tentang hukum-hukum jual beli, sebagaimana diwajibkan untuk mengetahui hal-hal yang dihalalkan maupun diharamkan baik berupa makanan, minuman, pakaian atau lainnya secara umum.

Adapun tentang kewajiban yang segera, maka mempelajari ilmu Islam tentangnya juga harus segera. Begitu juga dengan kewajiban yang tidak segera, seperti : haji maka mempelajari tentangnya juga bisa tidak disegerakan.

Ada yang berpendapat menuntut ilmu Islam hukumnya adalah fardhu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang harus dimiliki oleh manusia dalam menegakkan agama Islam, seperti menghafal al Qur'an, hadits, ushul, fiqih, nahwu, bahasa, mengetahui tentang para perawi hadits, ijma', perbedaan pendapat ulama.

Ada pula ilmu Islam yang menuntutnya adalah disunnahkan, seperti mendalami tentang pokok-pokok dalil, menekuninya dengan segenap kemampuannya yang dengannya bisa menyampaikannya kepada fardhu kifayah.

2. Ilmu yang bukan Syar'i

Menuntut ilmu yang bukan syar'i, maka ada yang menghukuminya fardu kifayah, seperti ilmu-ilmu yang dibutuhkan untuk mendukung urusan-urusan dunia. Contoh, ilmu kedokteran, mengingat ilmu ini menjadi sesuatu yang penting untuk memelihara tubuh, atau ilmu hitung karena ini menjadi sesuatu yang penting didalam jual beli, pembagian wasiat, harta waris dan lainnya.

Ada juga yang menghukuminya menjadi sebuah keutamaan, tentunya setelah mempelajari ilmu Islam. Namun untuk melakukan ini tentunya membutuhkan kekuatan dan kemampuan ekstra. Ada juga yang menuntutnya diharamkan, seperti menuntut ilmu sihir, sulap, ramalan dan segala ilmu yang membangkitkan keragu-raguan. Ilmu-ilmu ini pun berbeda-beda dalam tingkat keharamannya.

Adapun untuk mendapatkan ilmu Islam itu sendiri yang paling utama adalah mendatanginya, sebagaimana riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,"...Barangsiapa yang melalui suatu jalan untuk mendapatkan ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Hurairoh, dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.

Hal lain yang perlu diketahui oleh para penuntut ilmu, terutama ilmu Islam adalah meyakini bahwa orang-orang yang menjadi sumber ilmunya (guru) itu adalah orang-orang yang shaleh, bertanggung jawab terhadap ilmunya, memiliki perilaku yang baik, amanah, jujur, mengamalkan ilmunya.

Adapun cara untuk mendapatkan ilmu bisa dengan mendatangi sumber ilmu secara langsung di majlisnya atau bisa juga dengan mencari atau memperdalamnya melalui sarana-sarana media yang sangat mudah didapat saat ini, baik cetak maupun elektronik.

Setelah itu hendaklah dirinya melakukan penelaahan terhadap setiap ilmu/pengetahuan yang didapatnya untuk diterima atau ditolak. Karena setiap pendapat atau perkataan seseorang bisa diterima atau ditolak kecuali pendapat Rasulullah saw. Akan tetapi jika telah jelas kebenarannya maka tidak boleh baginya untuk berpaling darinya karena pada dasarnyan kebenaran itu berasal dari Allah swt.

assalamualaikum

ini adalah blog HIREMA (Himpunan Remaja Masjid Al Amanah ), CIKAMPEK Perum Gria Citra Persada.
isinya tentang ilmu Agama islam

Rabu, 21 April 2010

makna dari surat AL Fatiha




















ini adalah surat al fatiha
yg artinya ; Pembukaan
adapun kandungan arti dari Surah Al Fatiha

Abu Hurairah r.a. meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda “Demi yg jiwaku berada di tanganNya tidaklah Allah menurunkan satu suratpun yg semisal dgn Surat Al-Fatihah baik itu di Taurat Injil maupun di Al-Qur’an“.

Surah Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat dan termasuk surah Makkiyah menurut pendapat Abdullah bin Abbas Qatadah dan Abul Aliyah.

Dinamakan Al-Fatihah yg berarti ‘Pembuka‘ krn surat ini merupakan pembuka dari Al-Qur’an secara tulisan.

Dinamakan juga dgn Ummul Qur’an krn seluruh Al-Qur’an berkisar pada pokok-pokok yg dikandungnya.

Dinamakan juga dgn Ash-Shalah krn ia merupakan rukun shalat. Shalat tidak sah tanpanya. Dinamakan dgn Asy-Syifaa’ yg berarti obat krn Al-Fatihah bisa dijadikan obat utk dua jenis penyakit dhahir maupun batin dan masih ada lagi beberapa nama lainnya utk surat Al-Fatihah ini.

TAFSIR AYAT Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaa’iry dalam Aisaru At-Tafaasir-nya menjelaskan makna ayat-ayat dari surat yg mulia ini. Beliau menulis Allah SWT memberitahukan bahwa segala macam pujian baik itu berupa sifat keagungan atau kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Sebab Dia-lah Rabb dari segala sesuatu Pencipta dan Pemiliknya. Kewajiban kita adl memujiNya.

Kemudian Allah SWT mengagungkan diriNya sendiri bahwa Dia-lah yg menguasai segala yg ada di hari kiamat. Pada hari itu tidak seorang pun berkuasa atas orang lain. Dia -lah satu-satunya pemilik dan Penguasa.

Selanjutnya Allah SWT mengajarkan kepada kita suatu cara agar permintaan dan doa kita diterima/dikabulkan. Dengan kata lain Allah SWT berfirman “Pujilah Allah dan agungkanlah Ia serta konsistenlah dgn hanya beribadah dan meminta pertolongan kepadaNya bukan kepada yg lain.”

Lalu dgn pengajaran dari Allah SWT seorang hamba akan meminta kepada Allah SWT utk dirinya dan saudara-saudaranya agar hidayah yg Allah SWT berikan kepada mereka dilanggengkan sehingga tidak terputus. Akhirnya setelah mereka meminta ditunjukkan kepada ‘jalan yg lurus’ Allah SWT menjelaskan yg dimaksud dgn jalan yg lurus adl jalan yg ditempuh oleh orang-orang yg diberi ni’mat yg itu merupakan manhaj yg lurus yg akan mengantarkan seorang hamba kepada keridhaan Allah SWT dan jannahNya. Jalan itu adl Islam yg tegak berdiri di atas pondasi iman ilmu dan amal disertai dgn menjauhi kemusyrikan dan kemaksiatan. Jalan itu bukanlah jalannya orang-orang yg dimurkai oleh Allah SWT dan bukan pula jalan mereka yg sesat.

Ibnu Katsir r.a. menjelaskan bahwa yg dimaksud dgn orang-orang yg diberi ni’mat adl orang-orang yg disebut oleh Allah SWT dalam surat An-Nisaa’ ayat 69. Mereka adl para nabi shiddiqiin syuhada dan shalihiin.

Sedangkan yg dimaksud dgn orang-orang yg mendapatkan murka adl orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai krn mereka tahu akan kebenaran tetapi mereka berpaling darinya.

Adapun orang-orang yg sesat adl orang-orang Nasrani. Mereka bodoh dan beribadah menurut kemauan mereka sendiri tanpa ilmu. Sebenarnya baik Yahudi maupun Nasrani semuanya sama-sama mendapat murka dan tersesat. Hanya saja sifat khusus ‘mendapatkan murka’ diperuntukkan bagi Yahudi krn mereka tidak mau beramal dan sifat khusus ‘tersesat’ disandangkan kepada orang-orang Nasrani krn tidak mau berilmu. Maka kalau kita tidak mau berilmu atau beramal berarti sejenis dgn Nasrani atau Yahudi. Na’udzu billah..

KANDUNGAN AYAT Ibnu Qayyim Al-Jauziyah r.a. menyatakan bahwa surat Al-Fatihah ini memuat pokok-pokok dienul Islam secara global tapi sempurna. Ada tiga hal pokok yatiu

Tauhid Melalui surat ini Allah SWT ‘mengenalkan diri’ kepada makhluk-makhlukNya dgn lima nama yaitu Allah Ar-Rabb Ar-Rahmaan Ar-Rahiim dan Al-Malik.

Allah Nama ‘Allah’ adl nama yg mewakili seluruh Al-Asmaa’ Al-Husna dan Ash-Shifat Al-Ulya . Nama ini menunjukkan IlahiyahNya. Sifat Ilahiyah adl sifat kesempurnaan yg jauh dari tasybih tamtsil kekurangan dan cacat. Seluruh asmaa’ al-husna adl perincian dari sifat ini. Nama ‘Allah’ menunjukkan bahwa Allah SWT adl Al-Ma’luuh yg diibadahi. Semua beribadah kepadaNya dgn penuh ketundukan dan kecintaan dan pengagungan.

Ar-Rabb Ar-Rabb artinya penguasa yg mengatur segalanya. Secara khusus semua sifat fi’il dan qudrah dan segala yg berkenaan dgn kepengaturan alam berhubungan eerat dgn nama Ar-Rabb. Allah SWT adl Rabb segala sesuatu. Penciptanya dan yg Maha Mampu utk melakukan apa saja. Tidak ada sesuatu pun yg keluar dari rububiyyah-Nya.

Ar-Rahmaan Nama ‘Ar-Rahmaan’ adl pecahan kata ‘rahmah’ utk menunjukkan intensitas yg sangat. Selanjutnya nama Ar-Rahmaan menunjukkan bahwa segala sifat ihan kasih sayang lembut derma pemurah dan baik ada pada Allah SWT. Sifat rahmaan Allah SWT yg dikandung oleh nama Ar-Rahmaan ini berlaku utk semua makhluk yg beriman maupun yg kafir. Rahmah di sini meliputi segala hal yg berkenaan dgn penghidupan/kelangsungan hidup.

Ar-Rahiim Seperti halnya ‘Ar-Rahmaan’ Ar-Rahiim adl pecahan kata ‘rahmah’. Bedanya sifat rahmah Allah SWT yg terkandung dalam nama ini dikhususkan utk mereka yg berima saja di akherat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzaab 43 yg artinya “Dan adl Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yg beriman.”

Al-Malik Al-Malik artinya raja atau penguasa. Penguasa atas segalanya. Dikhususkannya hari pembalasan sebagai milik atau kekuasaan Allah SWT dalam surat ini bukanlah berarti dunia tidak termasuk milik/kekuasaan Allah SWT. Sebenarnya Allah SWT yg menguasai hari dunia dan hari pembalasan. Adapun pengkhususan di sini krn pada hari pembalasan nanti tidak ada seorang pun yg akan mengaku-aku/mendakwakan diri sebagai pemilik/penguasanya. Juga pada hari itu tidak ada seorang pun yg berbicara kecuali telah mendapat ijin dariNya.

Seorang yg membaca dan memahami makna surat ini mau tidak mau dia telah mengitsbatkan tiga jenis tauhid rububiyah uluhiyah dan asma’ wa ash-shifat. Ketika ia membaca “Al-Hamdu lillahi rabbil aalamiin” berarti ia telah memuji Allah SWT. Pujian yg mencakup keagungan dan ketinggian sifat-sifat Allah SWT. Pujian yg berkenaan dgn asma’ wa ash-shifat tanpa ta’wil tamtsil dan takyif . Pun surat ini memuat bebarapa asma yg semuanya menunjukkan sifat seperti tersebut di atas.

Lalu seseorang yg memuji pastilah seseorang yg mencintai dan ridha. Orang yg membaca ‘alhamdu lillah rabbil aalamiin’ secara tidak langsung menyatakan cinta dan keridhaannya kepada Allah SWT. Cinta adl asas dibangunnya tauhid uluhiyyah. Juga ayat ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin‘. Seseorang yg membacanya sama saja telah berikrar selalu akan berkonsisten dalam beribadah kepadaNya dan akan minta pertolongan hanya kepadaNya. Yang tersisa tinggallah perbuatan yg akan membuktikan benar atau tidak pengakuan/ucapannya tersebut. Adapun tauhid rububiyah seseorang yg mengingkarinya tidak akan membaca surat ini kecuali hanya sebatas batang lehernya saja.

Tentang hari akhir Ayat ‘Maaliki yaumiddin’ menunjukkan bahwa setelah berakhhirnya kehidupan di dunia ini akan ada pembalasan. Di sana hanya Allah-lah yg berkuasa dan akan menghakimi seluruh manusia dgn keputusan yg paling adil. Keputusan berkenaan dgn pembalasan atas segala amal yg telah diperbuat oleh manusia. Amal yg baik akan diabalas dgn kebaikan dan perbuatan dosa akan dibalas dgn siksaan kecuali bagi yg mendapatkan maghfirah dariNya. Tentang kenabian Surat Al-Fatihah ini mengitsbatkan kenabian dari berbagai arah diantaranya Eksistensi Allah SWT sebagai Rabbul aalamiin. Maka tidaklah pantas bagi Allah SWT utk membiarkan begitu saja hamba-hambaNya tanpa memberitahu hal-hal yg bermanfaat bagi mereka di dunia dan di akherat. Jika Allah SWT membiarkan mereka tanpa mengutus nabi tentulah sifat rububiyyah tidak ada padaNya. Allah SWT adl Al-Ma’luuh . Hamba-hambaNya tidak akan pernah tahu bagaimana cara beribadah kepadaNya kecuali melalui para rasulNya. Disebutkannya keberadaan hari pembalasan atas amal. Tentunya Allah SWT tidak akan mengadzab seseorang pun jika belum menyampaikan hujjah melalui lisan para rasulNya. Terklasifikasikannya hamba-hambaNya menjadi orang-orang yg diberi ni’mat dan orang-orang yg sesat. Klasifikasi ini sangatlah berkaitan dgn tersampaikannya kebenaran. Sebagian hambaNya mau mendengar dan mengamalkannya sebagian yg lain mendengar tetapi tidak mau mengamalkannya dan sebagian lagi beramal semaunya tanpa mau mendengar kebenaran. Yang pasti kebenaran telah disampaikan oleh para rasul Allah SWT.

MEMBACA AMIN Disunnahkan bagi orang yg membaca surat Al-Fatihah -di dalam maupun di luar shalat- utk membaca ‘amiin’ apabila telah menyelesaikannya. Kata ‘amiin’ berarti ‘Ya Allah kabulkanlah.

sejarah islam

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.

Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
ASSALAMUALAIKUM NI BLOGER NYA ANAK REMAJA
KETUA : AGUNG
WAKKIL : RIAN
BENDAHARA : IRA
SERKETARIS : REVA